BANDA ACEH/liputaninvestigasi.com - Maraknya pemberitaan terkait dengan pernyataan Ir. Denvinal, MM yang mengaku Ketua Himpunan Masyarak...
BANDA ACEH/liputaninvestigasi.com - Maraknya pemberitaan terkait dengan pernyataan Ir. Denvinal, MM yang mengaku Ketua Himpunan Masyarakat Simeulue (HIMAS) Jakarta melalui media Harianterbit.com 29 Agustus 2019 dengan menyatakan "menolak keberadaan GAM di bumi Aceh". Pernyataan kontroversial tersebut menuai banyak kritikan dan tanggapan dari berbagai elit politik di Aceh.
Sandri Amin SH pengacara muda asal Simeulue yang juga menjadi Pimpinan Law Firm SYR and Patners Lowyer and Legal Consultant secara tegas meminta Polda Aceh untuk menindak, menangkap dan memproses hukum Denvinal karena pernyataannya yang mengaku Ketua HIMAS Jakarta dinilai sangat tendensius dan mengandung provokatif serta mengundang rasa kebencian atau permusuhan yang berakhir konflik dan memecah belah bangsa yang telah damai.
Sandri menyebutkan, bahwa berdasarkan kitab undang undang hukum pidana(KUHP) pada Pasal 156 menjelaskan bahwa, Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun penjara.
Ia menambahkan, perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
"Oleh karena itu kami meminta kepada Polda Aceh untuk menangkap dan memproses hukum saudara Denvinal karena diduga telah membuat pernyataan yang menimbulkan rasa kebencian, provokator dan membangkitkan kembali rasa permusuhan yang telah lama terkubur," tegas Sandri Amin SH
"Seharusnya saudara Denvinal harus bijak dan bertindak tidak senonoh, apalagi mengeluarkan pernyataan goblok yang dapat mengganggu serta mengusik keamanan negara," tambahnya
Menurut pengacara kelahiran Simeulue tersebut, sejak ditanda tanganinya MoU Helsinki antara GAM dengan Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 2006 yang melahirkan Undang-Undang Pemerintah Aceh atau disebut UUPA No 11 Tahun 2006 maka sejak saat itu Aceh telah aman dan damai sehingga tidak ada lagi yang disebut GAM atau anggota GAM semua adalah warga negara Indonesia dan warga Aceh.
"Saya berharap kita bisa menghargai perdamaian yang telah dituangkan dalam MoU Helsinki tahun 2006 dengan tidak mengganggu, mengusik, menciderai dan membuat statemen yang dapat menimbulkan dan membangun konflik," kata Sandri
Ia juga menyebutkan, untuk dapat menikmati udara perdamaian di bumi Aceh ini cukup mahal harganya dengan pengorbanan para syuhada yang gugur baik itu yang berasal dari anggota GAM maupum TNI dan Polri akibat konflik Aceh yang berkepanjangan dimasa lalu, ada yang kehilangan orang tua, anak, istri, suami bahkan cukup banyak orang-orang yang merasakan kehilangan anggota tubuhnya sendiri.
"Saya rasa saudara Denvinal juga tidak pernah merasakan pahitnya masa konflik, sebab jika beliau pernah merasakan masa konflik, Saya yakin dia tidak akan mengeluarkan pernyataan bodoh seperti itu, kita tidak perlu mencari sensasi bagaimana untuk terkenal dan dikenal masyarakat luas namun dengan mengusik perdamaian Aceh," tutup Sandri Amin SH pengacara muda putra Simeulue.