Pelalawan/liputaninvestigasi.com - Sidang ke-2 terkait dugaan tindak pidana korupsi proyek penimbunan lokasi MTQ di Kabupaten Pelalawan berl...
Pelalawan/liputaninvestigasi.com - Sidang ke-2 terkait dugaan tindak pidana korupsi proyek penimbunan lokasi MTQ di Kabupaten Pelalawan berlangsung hari ini Rabu, 2 November 2022. Agenda sidang kedua ini adalah mendengarkan pembacaan eksepsi dari Tim Penasehat Hukum terdakwa berinisial SPB.
Ketua Tim PH, Akbar Romadhon, S.Sy, M.H., dari kantor hukum Akbar Romadhon & Partners Law Office, membacakan ekpsepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntun Umum Kajari Pelalawan. Dalam eksepsinya, Akbar Romadhon berpendapat bahwa dakwaan JPU tidak cermat sehingga mengakibatkan dakwaan kabur (Obscuur Libel).
Menurut Direktur Law Office Akbar Romadhon & Partner itu, surat dakwaan JPU menggunakan Peraturan yang sudah dicabut dan tidak berlaku lagi sebagai dasar untuk menjerat kliennya, Supervisor CV. Althes Konsultan. "Oleh sebab itu kami berharap Majelis Hakim mengabulkan Nota Keberatan kami sesuai dengan Pasal 143 ayat (3) KUHAP dengan menyatakan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum," ujar Advokat Akbar Romadhon kepada media ini usai persidangan, Rabu, 2 November 2022.
Di tempat yang sama, para anggota Tim Penasehat Hukum lainnya, Roni Rizal, S.H.; Muhammad Iqbal, S.H., M.H.; dan Amir Aruf Nasution, S.H., M.H., menjelaskan dalam Nota Keberatanya itu bahwa Peraturan yang digunakan JPU yang sudah dicabut itu adalah Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 02/SE/Db/2018 tentang Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 untuk Pekerjaan Konstruksi Jalan dan Jembatan. "Peraturan tersebut sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku berdasarkan Surat Edaran Nomor 16.1/SE/DB/2020 tentang Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Untuk Pekerjaan Konstruksi Jalan dan Jembatan (Revisi 2)," jelas Advokat Roni Rizal, S.H.
Bila melihat waktu dugaan tindak pidana dalam surat dakwaan JPU dan tanggal pencabutan peraturan tersebut, maka seharusnya JPU menggunakan peraturan terbaru, yakni Surat Edaran Nomor 16.1/SE/DB/2020. "Namun Penuntut Umum malah menggunakan Nomor 02/SE/Db/2018 yang sudah dicabut dan tidak berlaku dalam surat dakwaanya," beber Roni Rizal menambahkan.
Adapun terdakwa SPB merupakan salah satu dari 4 (empat) terdakwa dalam kasus dugaan korupsi penimbunan lokasi MTQ di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. SPB didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
JPU juga menerapkan dakwaan subsider terhadap terdakwa SPB, yakni Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
"Ketika Jaksa Penuntut umum salah menerapkan Peraturan yang sudah tidak berlaku maka dakwaan batal demi hukum dan klien kami harus dibebaskan dari segala tuntutan hukum," terang Advokat Akbar Romadhon.
Tim Penasehat Hukum, tambahnya, hanya berharap kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru agar dalam putusan sela nantinya dapat mempertimbangkan kebenaran yuridis, kebenaran filosofis dan sosiologis. "Hal itu sangat penting untuk tercapainya Keadilan," tutup advokat jebolan Universitas Diponegoro Semarang itu. (ANS/Red)