liputaninvestigasi.com - H Mukhlis Takabeya diduga selaku kontraktor pengerjaan pembangunan Tebing Sungai dibawah jembatan Peudada Bireuen, ...
liputaninvestigasi.com - H Mukhlis Takabeya diduga selaku kontraktor pengerjaan pembangunan Tebing Sungai dibawah jembatan Peudada Bireuen, kuat dugaan telah menggunakan material galian C. Material tersebut berasal dari kegiatan penambangan galian C tanpa izin (ilegal) di Desa Paku Kecamatan Simpang Mamplam. Selasa 30 Mei 2023.
Hingga berita ditayangkan sudah beberapa kali dilakukan konfirmasi oleh media ini kepada H Mukhlis melalui pesan WhatsApps pada nomor +62 811-6898-XXX terkait kegiatan tersebut tidak ada papan informasi dan dugaan material galian C ilegal yang digunakan, belum juga memberikan jawaban (bungkam-red).
Konfirmasi ini dilakukan sebagai salah satu etika jurnalistik yaitu menyediakan ruang jawab bagi pihak terkait dalam sebuah pemberitaan. Hal Ini dilakukan dalam rangka mendapatkan dua pandangan berbeda, atau bisa disebut sebagai ruang klarifikasi jika ada pihak yang merasa adanya kekeliruan dalam suatu pemberitaan, itu sesuai dengan kode etik jurnalistik Undang-undang No 40 tahun 1999 tentang Pers.
Berikut bukti konfirmasi yang dilakukan wartawan liputaninvestigasi.com kepada H Mukhlis Takabeya. Pada Jumat (26/5), Sabtu (27/5) dan Senin 29 Mei 2023.
Seperti diketahui ada dua persoalan pada proyek tersebut, pertama tidak ada papan informasi, padahal itu sudah diatur dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan Nomor 70 Tahun 2012 yang mengatur setiap pekerjaan bangunan fisik yang dibiayai negara wajib memasang papan nama proyek dan memuat jenis kegiatan, lokasi proyek, nomor kontrak, waktu pelaksanaan proyek, kontraktor pelaksana serta nilai kontrak dan jangka waktu pengerjaan.
Persoalan kedua terkait dugaan Galian C ilegal, hal itu juga sudah diatur dalam Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Pasal 1 Ayat (13a) Surat lzin Penambangan Batuan, yang selanjutnya disebut SIPB, adalah izin yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan usaha pertambangan batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu.
UU No 3 Tahun 2020 juga mengatur ketentuan pidana bagi penggunaan bahan tambang bersumber dari kegiatan tidak memiliki izin. Hal ini sebagaimana isi Pasal 161 UU No 3 Tahun 2020. Di mana tertulis, bahwa penggunaan bahan tambang yang berasal dari kegiatan penambangan ilegal terancam pidana lima tahun penjara dan denda Rp100 miliar.
BACA JUGA:
Sebelumnya Keuchik Abdul Wahidin kepada media ini mengaku ada pengambilan batu gajah di desa Paku Kecamatan Simpang Mamplam oleh salah satu pengusaha sukses H Mukhlis Takabeya di tanahnya sendiri.
"Betoi na, cuma goknyan geucok bak lampoh droe geuh, (benar ada, cuma beliau alias Mukhlis mengambil batu di tanahnya sendiri," katanya. Sabtu 27 Mei 2023.
Saat ditanya lebih lanjut, apakah ada izin dari Gampong terhadap pengambil batu gajah tersebut?, Keuchik mengaku tidak ada izin. "Untuk ambil batu kami tidak mengeluarkan izin dan kami juga tidak bisa mengeluarkan izin bukan wewenang kami," ungkapnya.
Disinggung apakah ada kontribusi H Mukhlis Takabeya terhadap Gampong karena telah mengambil batu di daerahnya, Keuchik mengaku tidak ada sama sekali, baik untuknya maupun untuk desa.
"Hana, hai atra hana kiban tapegah na, dan menyangkut bate nyan hana basa basi, hana musyawarah dan lon sama sekali hana lon tupu (tidak ada bagaimana dibilang ada, dan menyangkut pengambilan batu saya tidak mengetahui dan musyawarah pun tidak ada)," pintanya.
BACA JUGA:
Persoalan tersebut juga menarik perhatian Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) perwakilan Kabupaten Bireuen, Muhammad Zubir, SH. MH, CPCLE, CPM. Ia mendesak kepolisian dan pemerintah setempat untuk menertibkan praktek Galian C ilegal di Kabupaten Bireuen.
"Baru - baru ini viral dengan adanya berita dugaan pengambilan batu ilegal oleh salah satu pengusaha sukses di Kabupaten Bireuen, ini harus diusut," kata Zubir, Minggu 28 Mei 2023.
BACA JUGA:
Tak hanya itu, Zubir menduga hampir semua galian yang beroperasi di daerah yang dijuluki Kota Santri tanpa mengantongi izin. Praktek ini dilakukan ilegal, tidak ada penghasilan untuk daerah, negara dan juga merusak lingkungan.
"Kita minta penegak hukum dan pemerintah untuk bertindak dan melakukan penertiban, jika terbukti ilegal harus diberi sanksi sesuai aturan yang berlaku," tegas Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) perwakilan Kabupaten Bireuen, Muhammad Zubir, SH. MH, CPCLE, CPM.
Penulis: Pimpinan Redaksi Fauzan